Pengetahuan dan Teknologi Pendidikan
TUGAS BAB VII PENELITIAN DALAM TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Teknologi Pendidikan
Disusun Oleh Kelompok 2
Kamaludin, S.Pd Arief Teguh Prasetyo SP
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI JAMBI 2019
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Penelitian Dalam Teknologi Pendidikan. Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan Teknologi Pendidikan pada Program Megister Teknologi Pendidikan. Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan, saran yang membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Jambi, September 2019
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i KATA PENGANTAR .................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................ 1 C. Tujuan penulisan Masalah ....................................................................... 1 D. Batasan Masalah ...................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI A. Penelitian dalam Teknologi pendidikan .......................................... 3 B. Tradisi Penelitian Dalam Teknologi Pendidikan ................................... 4 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ........................................................................................ 9 B. Saran .................................................................................................. 9 DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa, suatu bangsa bisa dikatakan maju apabila pendidikan dalam bangsa tersebut maju. Seiring perkembangan globalisasi dan IPTEK, pendidikan terus berjalan sesuai perkembangan zaman. Di era baru dalam dunia pendidikan ini telah diperkenalkan reformasi pendidikan yang berkaitan erat dengan teknologi-teknologi yang sangat dibutuhkan dalam perkembangan dunia pendidikan. Teknologi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pendidikan. Teknologi bisa digunakan oleh semua kalangan di dunia pendidikan. Untuk dapata memahami hal ikhwal penelitian dalam teknologi pendidikan ada baiknya dilihat status penelitian teknologi pendidikan pada masa lalu, khusus nya yang ditulis oleh Hannafin (1985), bahwa ada tiga factor utama yang mempengaruhi perkembangan Peneitian teknologi pendidikan sebelum tahun 1985 yaitu ; tradisi penelitian ilmu behavioural, identitas penelitian yang nirfokus, dan sikap bidang ini terhadap penelitian Tradisi dan standar penelitian yang telah dikembangkan dalam sains behavioural yang melingkupi pelaksanaan penelitian bidang ilmu telah diterapkan dalam penelitian TP karena bidang TP pada hakikatnya berakar pada sains behavioural. Ukuran yang dipakai adalah yang berlaku dalam penelitian eksperimental. Dapat dikatakan bahwa bidang TP belum memiliki identitas intelektua! tersendiri. Akibatnya, jumlah penelitian yang khas TP makin menurun. Identitas inteiektual khas TP tidak muncul meskipun dasar teoretis kuat dapat dibangun dari psikologi. Bidang TP masih tetap didominasi oleh penelitian eksperimental, meskipun sudah ada tawaran paradigma-paradigma lain. Misalnya, Driscoll (1984), seperti disitir oleh Hannafin & Hannafi (1991) menawarkan 13 model penelitian TP, termasuk model etnografi, perkembangan teknik, dan efektivitas-biaya. Begitu kuatnya pengaruh dari tradisi sains behavioural, bidang TP menjadi makin dibentuk oleh R&D yang dihasilkan oleh peneliti di luar bidang ini Pendidikan dan Teknologi merupakan suatu unsur yang sangat penting dan saling berkaitan dalam perkembangannya. Diperlukan suatu pembahasan khusus
2
mengenai pendidikan dan teknologi. Oleh sebab itu, dalam pembahasan ini, kami mengambil tema mengenai Penelitian dalam teknologi pendidikan dan Tradisi Penelitian dalam teknologi pendidikan.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas , kami mengambil beberapa rumusan masalah yang berkaitan tema ini yaitu: 1. Apa itu pengetahuan dalam teknologi pendidikan? 2. Apa itu Tradisi Penelitian?
C. Tujuan Penulisan Masalah Dari rumusan masalah di atas, dapat dituliskan tujuan penulisan masalah dalam makalah ini yaitu: 1. Mengetahui apa itu pengetahuan dalam teknologi pendidikan 2. Mengetahui Apa itu tradisi Penelitian dalam teknologi pendidikan
D. Batasan Masalah Makalah ini membahas mengenai apa itu Pengetahuan dalam teknologi pendidikan dan tradisi dalam teknologi pendidikan.
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Penelitian dalam Teknologi pendidikan Kawasan penelitian teknologi pendidikan sangat luas sekali bahkan boleh dikatakan hampir tidak terbatas, sepanjang penelitian itu berkaitan dengan pemecahan masalah belajar. Dasar pertimbangan ini adalah sebagai berikut: (Miarso, 2007:204) (1) Belajar dapat dilakukan oleh siapa saja, baik secara perorangan (individu) maupun secara kelompok, (2) Belajar dapat dilakukan mengenai apa saja, meskipun yang menjadi perhatian utama kita adalah yang bertujuan, terarah, dan disengaja serta yang sesuai dengan norma dan nilai dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, (3) Belajar dapat berlangsung kapan saja, sejak dalam kandungan hingga akhir hayat. (4) Belajar dapat dilaksanakan dimana saja, di sekolah, di rumah, di tempat kerja, di tempat ibadah, di masyarakat luas. (5) Belajar dapat berlangsung dengan cara bagaimana saja (aneka proses), baik dilakukan secara individu maupun secara massal. (6) Belajar dapat dilakukan dengan rangsangan internal dan eksternal, yaitu dari dalam diri sendiri atau dari apa dan siapa saja di luar diri (aneka sumber). (7) Belajar dapat dilakukan untuk kepentingan apa saja, tentunya yang bermanfaat untuk diri sendiri dan lingkungannya. Creswell (2003) mengidentifikasi empat penelitian Teknologi yang berkembang dari berbagai klaim pengetahuan: 1. Postpositivisme Postpositivisme berevolusi dari pandangan positivis yang lebih tua, yang memegang keyakinan kuat tentang kenyataan dan kebenaran "di luar sana di dunia" menunggu untuk ditemukan melalui pengujian objektif yang ketat. Pada saat metode penelitian ilmiah muncul dan orang-orang semakin banyak belajar tentang dunia fisik, ada keyakinan besar bahwa kebenaran dapat diketahui dan dipahami sepenuhnya dengan pengamatan yang terkontrol dan hati-hati. Keyakinan positivis ini melunak dari waktu ke waktu, terutama yang berkaitan dengan ilmu sosial, dan menyebabkan pengakuan bahwa perilaku manusia tidak mengikuti hukum yang setara dengan hukum fisika. (bahkan pemahaman kita tentang realitas di dunia fisik telah berubah selama bertahun-tahun.) Postpositivisme, kemudian, mengikuti dari tradisi positivis tetapi dalam bentuk moderat dan, mungkin, bentuk yang lebih rendah hati. Ia mempertahankan
4
keyakinan bahwa ada kebenaran objektif di dunia, dan bahwa jika kita melakukan upaya untuk melindungi proyek penelitian kita dari bias pribadi kita, kita dapat mengungkap perkiraan kebenaran sementara, mengakui bahwa pemahaman kita akan selalu tidak lengkap dan tidak sempurna. 2. Konstruktivisme Konstruktivisme berpendapat bahwa realitas, setidaknya sebagaimana berlaku untuk ilmu sosial, dibangun oleh manusia. Artinya, konstruktivis tidak percaya pada kebenaran objektif yang menunggu untuk ditemukan. Sebaliknya, makna dikonstruksikan dalam pikiran manusia dan melalui interaksi manusia. Pandangan yang relatif lebih subjektif ini mengarah pada keyakinan yang sangat berbeda tentang apa yang bisa kita ketahui dan pahami. Untuk memahami dunia, dalam pandangan konstruktivis, kita perlu mencari pemahaman tentang pengalaman manusia 3. Advokasi Tradisi advokasi (kadang-kadang disebut kritis) jauh lebih bertujuan dalam tujuannya untuk penelitian. Sementara kepercayaan tentang realitas dan pengetahuan mungkin mirip dengan tradisi konstruktivis, pertanyaan-pertanyaan itu bukanlah fokus perhatian. Perhatian utama dalam tradisi ini adalah struktur kekuasaan dalam masyarakat, yang dapat menindas beberapa kelompok orang. Dalam tradisi advokasi, tujuan penelitian adalah menemukan cara untuk memfasilitasi perubahan. Tujuan akhir yang diinginkan adalah untuk membebaskan orang-orang yang tertindas oleh struktur kekuasaan, dan untuk mendukung mereka dalam mengimplementasikan perubahan yang diinginkan. 4. Pragmatisme Perspektif pragmatis berfokus pada kepraktisan dan kemanfaatan. Pertanyaan tentang kebenaran dan kenyataan hampir "di luar layar" dalam tradisi ini karena para peneliti berfokus pada cara paling efektif untuk menjawab pertanyaan spesifik dalam situasi tertentu.
B. Tradisi Penelitian Dalam Teknologi Pendidikan
Keyakinan yang berbeda tentang realitas dan pengetahuan yang dijelaskan di atas menimbulkan pertanyaan penelitian yang berbeda dan cara melakukan penelitian yang berbeda. Penelitian berkualitas menunjukkan konsistensi antara tradisi penelitian, pertanyaan penelitian, jenis data yang dikumpulkan, metode analisis data, penarikan kesimpulan, dan klaim tentang seberapa luas kesimpulan dapat digeneralisasikan (diterapkan pada situasi lain di luar studi penelitian).
5
1. Penelitian Postpositivist
Dalam tradisi postpositivist, tugas para peneliti adalah mengungkap yang terbaik dari kemampuan mereka (atau setidaknya perkiraan) kebenaran objektif. Mereka menggunakan teori yang mapan untuk menghasilkan pertanyaan penelitian yang dapat dijawab melalui observasi objektif dan / atau eksperimen. Mereka membentuk hipotesis berbasis teori dan kemudian mengujinya dengan mengumpulkan dan menganalisis data, yang paling sering kuantitatif. Mereka mencari bukti yang mendukung atau tidak mendukung hipotesis, mengakui bahwa kesimpulan dari satu studi akan selalu tentatif dan tidak pasti. Anda akan sering melihat frasa seperti "Bagaimana X memengaruhi Y?" Atau "Apakah X menyebabkan Y?" Dalam laporan tertulis mereka. Peneliti postpositivist berusaha keras untuk mengendalikan faktor-faktor asing dan mengambil pengukuran yang cermat. Tujuan utamanya adalah untuk membuat penemuan yang memiliki ukuran kemampuan generalisasi, atau penerapan pada konteks serupa lainnya.
Desain eksperimental adalah umum di bawah tradisi ini. Sebagai contoh, jika peneliti ingin tahu apakah pelajaran matematika yang dikerjakan membantu siswa belajar aljabar dasar, mereka mungkin secara acak menugaskan sekelompok siswa yang sama untuk mempelajari pelajaran aljabar baik dengan permainan atau di kelas tradisional. Penugasan acak meminimalkan risiko bahwa perbedaan yang sudah ada antara kedua kelompok akan "mencemari" hasilnya. Jika tugas acak tidak dimungkinkan, mereka mungkin melakukan eksperimen semu di mana mereka menggunakan dua kelompok yang ada dengan karakteristik yang sama, seperti dua ruang kelas di sekolah yang sama. Eksperimen kemudian memberikan kedua kelompok tes pada materi sebelum intervensi untuk memverifikasi kedua kelompok memiliki pengetahuan yang sama (kurang) dari pelajaran. Setelah masing-masing kelompok menyelesaikan intervensi, mereka diuji lagi untuk melihat apakah kelompok mencapai skor rata-rata yang berbeda.
Jika kelompok yang menyelesaikan pelajaran tradisional memiliki skor rata-rata 8/10 pada tes dan kelompok yang menyelesaikan rata-rata pelajaran yang ter-gamet 9/10, apakah itu menunjukkan bahwa versi yang di-gamified lebih baik? Belum tentu. Signifikansi perbedaan harus diverifikasi secara statistik sebelum para peneliti dapat mengklaim bahwa mereka memiliki bukti yang mendukung kegunaan dari pelajaran yang sudah gamified.
Eksperimen dan quasi-eksperimen bukan satu-satunya jenis studi yang dilakukan di bawah perspektif postpositivist. Studi deskriptif (sering, tetapi tidak selalu, dilakukan dengan survei) dan studi korelasional (eksplorasi apakah dua variabel tampaknya berubah dalam hubungannya satu sama lain) juga umum.
6
Semua tradisi penelitian hadir dengan kekuatan dan keterbatasan mereka sendiri, yang harus diakui oleh para peneliti. Kekuatan penelitian postpositivist adalah kemampuannya untuk menghasilkan hasil yang dapat digeneralisasikan yang dapat diterapkan di pengaturan lain dengan karakteristik yang mirip dengan pengaturan penelitian. Keterbatasannya adalah bahwa fokusnya pada pola dan tren mengabaikan pengalaman individu. Penelitian postpositivist pandai menangani pertanyaan "Apa yang berhasil?" Atau "Mana yang lebih baik?" (Misalnya, "Apakah pelajaran aljabar yang ditingkatkan meningkatkan nilai tes?") Tetapi biasanya tidak menjawab pertanyaan seperti "Seperti apa prosesnya? ”Atau“ Apa persepsi siswa tentang pengalaman mereka? ”
2. PENELITIAN KONSTRUKTIVITAS
Peneliti konstruktivis berusaha memahami pengalaman peserta penelitian untuk menemukan kebenaran atau persepsi subjektif peserta. Berbeda dengan peneliti postpositivist yang memulai dengan teori dan hipotesis, konstruktivis lebih sering memulai dengan pertanyaan yang luas, dan memungkinkan peserta untuk mengarahkan arah pengumpulan data. Konstruktivis benar-benar menghargai teori yang mapan, tetapi mereka lebih cenderung menggunakannya untuk mendukung interpretasi data yang telah mereka kumpulkan, daripada menggunakannya untuk mendukung hipotesis atau pertanyaan pada awal penelitian.
Peneliti konstruktivis tidak mengklaim objektivitas, tetapi sebaliknya mengakui dan menggambarkan subjektivitas mereka saat mereka membangun pemahaman dengan peserta mereka. Sebagai contoh, seorang peneliti kulit putih, wanita yang mewawancarai sekelompok gadis remaja Latina mungkin mendiskusikan cara-cara di mana dia berada dan tidak diperlengkapi untuk memahami perspektif peserta ini. Karena peneliti itu sendiri pernah menjadi gadis remaja, ia mungkin memiliki pengalaman berbagi dengan peserta penelitian. Pada saat yang sama ada perbedaan (karena etnisitas, mencapai masa remaja dalam periode waktu yang berbeda, dll.) Yang dapat menimbulkan kesalahpahaman saat peneliti berupaya menginterpretasikan kata-kata dan gerak-gerik peserta. Selain itu, karena peneliti lebih tua dan dalam posisi otoritas, kehadirannya dapat memengaruhi apa yang dipilih peserta untuk diungkapkan. Peneliti konstruktivis melakukan yang terbaik untuk mengantisipasi masalah ini dan mengakui mereka sebagai bagian dari pelaporan mereka.
Peneliti konstruktivis sering (walaupun tidak selalu) menggunakan pengumpulan dan analisis data kualitatif. Mereka cenderung (dibandingkan dengan postpositivists) untuk menggunakan tes dan survei yang dapat dianalisis dengan statistik. Sebagai gantinya, mereka mengumpulkan data kualitatif, seperti dari wawancara, kelompok fokus,
7
dan pengamatan, yang memungkinkan peserta untuk menggambarkan atau menunjukkan pengalaman mereka. Sebagai contoh, peneliti yang dijelaskan di atas mungkin mewawancarai gadis-gadis remaja untuk mencari tahu bagaimana mereka mengalami pelajaran matematika terukur. Apakah mereka menemukan elemen kompetitif dari pelajaran yang memotivasi, mengancam, atau sesuatu yang tidak terpikirkan oleh peneliti? Bagaimana pelajaran yang terefleksi tercermin dalam perasaan mereka tentang kemampuan mereka untuk belajar aljabar? Laporan temuan penelitian dapat menampilkan kutipan kata-kata peserta, deskripsi terperinci tentang interaksi mereka, atau informasi deskriptif kaya serupa. Analisis data sering melibatkan pencarian tema yang muncul dari data yang kaya ini, yang kadang-kadang diorganisasikan ke dalam kategori. Ada berbagai pendekatan untuk penelitian kualitatif, dan deskripsi rinci tentang mereka berada di luar ruang lingkup bab ini. Namun, ketika Anda membaca artikel jurnal, Anda akan melihat diskusi tentang metodologi seperti etnografi, fenomenologi, studi kasus kualitatif, dan beberapa lainnya.
Karena peneliti konstruktivis percaya bahwa pengetahuan muncul dalam konteks tertentu, mereka tidak mengklaim bahwa temuan penelitian mereka dapat digeneralisasikan secara luas. Dalam contoh di atas, peneliti mewawancarai sekelompok gadis remaja Latina tertentu di sekolah tertentu, dan pengalaman gadis-gadis ini mungkin tidak mencerminkan pengalaman gadis remaja Latina lain di sekolah itu, apalagi di sekolah atau kota yang berbeda. Meskipun kurangnya generalisasi ini diakui sebagai batasan, itu tidak dipandang sebagai kekurangan. Ketika kebenaran dan pengetahuan dipandang sebagai konstruksi manusia yang dibuat dalam konteks tertentu, generalisasi tidak dianggap tepat atau diinginkan.
Kekuatan tradisi penelitian konstruktivis adalah fokusnya pada pengalaman peserta individu dan pada proses dan pengalaman dari waktu ke waktu. Keterbatasannya adalah bahwa hal itu tidak memungkinkan untuk kesimpulan yang dapat digeneralisasi ke populasi lain. Sebagai contoh, sebuah proyek penelitian yang konsisten dengan perspektif konstruktivis tidak akan memberi tahu kita cara terbaik untuk menerapkan pelajaran aljabar gamified untuk meningkatkan pembelajaran atau kepercayaan matematika pada gadis remaja.
3. Penelitian Advokasi
Dalam tradisi advokasi, peneliti dipandang sebagai fasilitator, dengan peserta sebagai mitra yang setara. Fokus dari penelitian ini bukan pada perolehan pengetahuan untuk kepentingannya sendiri, tetapi lebih pada pemberdayaan para peserta dan komunitas mereka. Peneliti berusaha untuk mendukung peserta ketika mereka
8
menemukan cara untuk membebaskan diri dari struktur kekuasaan yang tidak adil. Hasil akhirnya biasanya merupakan rencana tindakan yang konkret.
Penelitian tindakan adalah salah satu metodologi yang terkait dengan tradisi advokasi. Pertanyaan penelitian seringkali berpusat pada isu-isu yang berkaitan dengan ras, kelas, jenis kelamin, dan efek dari struktur kekuasaan yang berlaku pada kelompok orang yang terpinggirkan. Penelitian advokasi sering dipandu oleh teori kritis (lihat https://en.wikipedia.org/wiki/Critical_theory); ia melampaui interpretasi atau pemahaman belaka, dan bertujuan untuk mengkritik apa yang dilihat oleh para pendukungnya sebagai cara berbeda di mana ideologi dominan terwujud dalam berbagai konteks.
4. Pragmatisme dalam Penelitian
Dalam tradisi penelitian pragmatis, para peneliti tidak mengambil posisi tegas pada apakah realitas dan pengetahuan itu obyektif atau subyektif. Konsekuensinya, pekerjaan mereka dapat mencerminkan elemen tradisi postpositivist dan konstruktivisme, dan metodologi mereka memadukan elemen kuantitatif dan kualitatif. Dalam beberapa penelitian, keseimbangan kuantitatif dan kualitatif cukup sama. Sebagai contoh, seorang peneliti dapat mengumpulkan data deskriptif yang kaya dan skor tes dari gadis-gadis remaja yang melakukan pelajaran aljabar terukur dalam upaya untuk memahami bagaimana pedagogi dan persepsi para gadis bekerja bersama-sama untuk membentuk pengalaman belajar mereka. Dalam kasus lain, satu elemen mungkin lebih rendah dari elemen lainnya. Sebagai contoh, peneliti mungkin terutama tertarik untuk mencari tahu bagaimana pelajaran aljabar gamified mempengaruhi nilai tes, tetapi mungkin juga ingin mewawancarai peserta yang dipilih untuk meningkatkan pemahaman tentang hasil.
Kekuatan tradisi penelitian ini adalah fleksibilitas yang diberikannya untuk mendekati satu topik penelitian dengan berbagai cara. Keterbatasan adalah kurangnya komitmen yang jelas terhadap sudut pandang filosofis. Beberapa berpendapat bahwa itu tidak benar-benar mungkin untuk menjadi begitu fleksibel dalam pandangan seseorang tentang realitas dan kebenaran, dan bahwa pragmatisme sering merupakan bentuk postpositivsim yang disamarkan (Denzin, 2010).
9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Bab ini secara singkat memperkenalkan empat tradisi penelitian utama: postpositivisme, konstruktivisme, advokasi, dan pragmatisme. Proyek penelitian yang berkualitas baik akan ditempatkan di salah satu tradisi ini dan akan membawa keyakinan dan perspektifnya secara konsisten selama penelitian. Ketika Anda membaca artikel jurnal yang melaporkan proyek penelitian, ingatlah kebutuhan akan konsistensi ini. Apakah para peneliti tampaknya percaya bahwa kebenaran itu obyektif dan dapat diketahui (walaupun mungkin tidak sempurna), atau apakah mereka percaya bahwa kebenaran lebih subjektif dan pengetahuan tergantung pada konteks? Kemudian lihat pertanyaan penelitian untuk melihat apakah mereka sesuai dengan perspektif itu. Sebagai contoh, peneliti yang percaya bahwa kebenaran itu obyektif dan dapat ditemukan harus mengajukan pertanyaan penelitian yang menekankan hal-hal yang dapat diukur secara kuantitatif. Selanjutnya, evaluasi seberapa baik metode penelitian mereka cocok dengan pertanyaan yang mereka ajukan. Misalnya, postpositivists yang berusaha menjawab pertanyaan sebab dan akibat akan menggunakan desain eksperimental, sementara konstruktivis yang mencari untuk mengeksplorasi perspektif dan pengalaman akan menggunakan metode, seperti wawancara, yang menyediakan data yang kaya yang mencerminkan perspektif peserta. Akhirnya, kesimpulan yang mereka gambar di akhir harus konsisten dengan apa yang datang sebelumnya. Mereka seharusnya tidak, misalnya, membuat klaim sebab-akibat jika data mereka berasal dari wawancara kualitatif.
B. Saran
Hendaknya makalah ini bisa digunakan sebagai salah satu sumber pembelajaran dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penyusun dan pembaca.
10
DAFTAR RUJUKAN
Creswell, J. W. (2003). Desain penelitian: Kualitatif, kuantitatif, dan
pendekatan metode campuran (2nd ed.). Thousand Oaks, CA: Sage.
Denzin, N. K. (2010). Momen, metode campuran, dan dialog paradigma.
Penyelidikan
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Teknologi Pendidikan
Disusun Oleh Kelompok 2
Kamaludin, S.Pd Arief Teguh Prasetyo SP
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI JAMBI 2019
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Penelitian Dalam Teknologi Pendidikan. Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan Teknologi Pendidikan pada Program Megister Teknologi Pendidikan. Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan, saran yang membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Jambi, September 2019
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i KATA PENGANTAR .................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................ 1 C. Tujuan penulisan Masalah ....................................................................... 1 D. Batasan Masalah ...................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI A. Penelitian dalam Teknologi pendidikan .......................................... 3 B. Tradisi Penelitian Dalam Teknologi Pendidikan ................................... 4 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ........................................................................................ 9 B. Saran .................................................................................................. 9 DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa, suatu bangsa bisa dikatakan maju apabila pendidikan dalam bangsa tersebut maju. Seiring perkembangan globalisasi dan IPTEK, pendidikan terus berjalan sesuai perkembangan zaman. Di era baru dalam dunia pendidikan ini telah diperkenalkan reformasi pendidikan yang berkaitan erat dengan teknologi-teknologi yang sangat dibutuhkan dalam perkembangan dunia pendidikan. Teknologi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pendidikan. Teknologi bisa digunakan oleh semua kalangan di dunia pendidikan. Untuk dapata memahami hal ikhwal penelitian dalam teknologi pendidikan ada baiknya dilihat status penelitian teknologi pendidikan pada masa lalu, khusus nya yang ditulis oleh Hannafin (1985), bahwa ada tiga factor utama yang mempengaruhi perkembangan Peneitian teknologi pendidikan sebelum tahun 1985 yaitu ; tradisi penelitian ilmu behavioural, identitas penelitian yang nirfokus, dan sikap bidang ini terhadap penelitian Tradisi dan standar penelitian yang telah dikembangkan dalam sains behavioural yang melingkupi pelaksanaan penelitian bidang ilmu telah diterapkan dalam penelitian TP karena bidang TP pada hakikatnya berakar pada sains behavioural. Ukuran yang dipakai adalah yang berlaku dalam penelitian eksperimental. Dapat dikatakan bahwa bidang TP belum memiliki identitas intelektua! tersendiri. Akibatnya, jumlah penelitian yang khas TP makin menurun. Identitas inteiektual khas TP tidak muncul meskipun dasar teoretis kuat dapat dibangun dari psikologi. Bidang TP masih tetap didominasi oleh penelitian eksperimental, meskipun sudah ada tawaran paradigma-paradigma lain. Misalnya, Driscoll (1984), seperti disitir oleh Hannafin & Hannafi (1991) menawarkan 13 model penelitian TP, termasuk model etnografi, perkembangan teknik, dan efektivitas-biaya. Begitu kuatnya pengaruh dari tradisi sains behavioural, bidang TP menjadi makin dibentuk oleh R&D yang dihasilkan oleh peneliti di luar bidang ini Pendidikan dan Teknologi merupakan suatu unsur yang sangat penting dan saling berkaitan dalam perkembangannya. Diperlukan suatu pembahasan khusus
2
mengenai pendidikan dan teknologi. Oleh sebab itu, dalam pembahasan ini, kami mengambil tema mengenai Penelitian dalam teknologi pendidikan dan Tradisi Penelitian dalam teknologi pendidikan.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas , kami mengambil beberapa rumusan masalah yang berkaitan tema ini yaitu: 1. Apa itu pengetahuan dalam teknologi pendidikan? 2. Apa itu Tradisi Penelitian?
C. Tujuan Penulisan Masalah Dari rumusan masalah di atas, dapat dituliskan tujuan penulisan masalah dalam makalah ini yaitu: 1. Mengetahui apa itu pengetahuan dalam teknologi pendidikan 2. Mengetahui Apa itu tradisi Penelitian dalam teknologi pendidikan
D. Batasan Masalah Makalah ini membahas mengenai apa itu Pengetahuan dalam teknologi pendidikan dan tradisi dalam teknologi pendidikan.
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Penelitian dalam Teknologi pendidikan Kawasan penelitian teknologi pendidikan sangat luas sekali bahkan boleh dikatakan hampir tidak terbatas, sepanjang penelitian itu berkaitan dengan pemecahan masalah belajar. Dasar pertimbangan ini adalah sebagai berikut: (Miarso, 2007:204) (1) Belajar dapat dilakukan oleh siapa saja, baik secara perorangan (individu) maupun secara kelompok, (2) Belajar dapat dilakukan mengenai apa saja, meskipun yang menjadi perhatian utama kita adalah yang bertujuan, terarah, dan disengaja serta yang sesuai dengan norma dan nilai dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, (3) Belajar dapat berlangsung kapan saja, sejak dalam kandungan hingga akhir hayat. (4) Belajar dapat dilaksanakan dimana saja, di sekolah, di rumah, di tempat kerja, di tempat ibadah, di masyarakat luas. (5) Belajar dapat berlangsung dengan cara bagaimana saja (aneka proses), baik dilakukan secara individu maupun secara massal. (6) Belajar dapat dilakukan dengan rangsangan internal dan eksternal, yaitu dari dalam diri sendiri atau dari apa dan siapa saja di luar diri (aneka sumber). (7) Belajar dapat dilakukan untuk kepentingan apa saja, tentunya yang bermanfaat untuk diri sendiri dan lingkungannya. Creswell (2003) mengidentifikasi empat penelitian Teknologi yang berkembang dari berbagai klaim pengetahuan: 1. Postpositivisme Postpositivisme berevolusi dari pandangan positivis yang lebih tua, yang memegang keyakinan kuat tentang kenyataan dan kebenaran "di luar sana di dunia" menunggu untuk ditemukan melalui pengujian objektif yang ketat. Pada saat metode penelitian ilmiah muncul dan orang-orang semakin banyak belajar tentang dunia fisik, ada keyakinan besar bahwa kebenaran dapat diketahui dan dipahami sepenuhnya dengan pengamatan yang terkontrol dan hati-hati. Keyakinan positivis ini melunak dari waktu ke waktu, terutama yang berkaitan dengan ilmu sosial, dan menyebabkan pengakuan bahwa perilaku manusia tidak mengikuti hukum yang setara dengan hukum fisika. (bahkan pemahaman kita tentang realitas di dunia fisik telah berubah selama bertahun-tahun.) Postpositivisme, kemudian, mengikuti dari tradisi positivis tetapi dalam bentuk moderat dan, mungkin, bentuk yang lebih rendah hati. Ia mempertahankan
4
keyakinan bahwa ada kebenaran objektif di dunia, dan bahwa jika kita melakukan upaya untuk melindungi proyek penelitian kita dari bias pribadi kita, kita dapat mengungkap perkiraan kebenaran sementara, mengakui bahwa pemahaman kita akan selalu tidak lengkap dan tidak sempurna. 2. Konstruktivisme Konstruktivisme berpendapat bahwa realitas, setidaknya sebagaimana berlaku untuk ilmu sosial, dibangun oleh manusia. Artinya, konstruktivis tidak percaya pada kebenaran objektif yang menunggu untuk ditemukan. Sebaliknya, makna dikonstruksikan dalam pikiran manusia dan melalui interaksi manusia. Pandangan yang relatif lebih subjektif ini mengarah pada keyakinan yang sangat berbeda tentang apa yang bisa kita ketahui dan pahami. Untuk memahami dunia, dalam pandangan konstruktivis, kita perlu mencari pemahaman tentang pengalaman manusia 3. Advokasi Tradisi advokasi (kadang-kadang disebut kritis) jauh lebih bertujuan dalam tujuannya untuk penelitian. Sementara kepercayaan tentang realitas dan pengetahuan mungkin mirip dengan tradisi konstruktivis, pertanyaan-pertanyaan itu bukanlah fokus perhatian. Perhatian utama dalam tradisi ini adalah struktur kekuasaan dalam masyarakat, yang dapat menindas beberapa kelompok orang. Dalam tradisi advokasi, tujuan penelitian adalah menemukan cara untuk memfasilitasi perubahan. Tujuan akhir yang diinginkan adalah untuk membebaskan orang-orang yang tertindas oleh struktur kekuasaan, dan untuk mendukung mereka dalam mengimplementasikan perubahan yang diinginkan. 4. Pragmatisme Perspektif pragmatis berfokus pada kepraktisan dan kemanfaatan. Pertanyaan tentang kebenaran dan kenyataan hampir "di luar layar" dalam tradisi ini karena para peneliti berfokus pada cara paling efektif untuk menjawab pertanyaan spesifik dalam situasi tertentu.
B. Tradisi Penelitian Dalam Teknologi Pendidikan
Keyakinan yang berbeda tentang realitas dan pengetahuan yang dijelaskan di atas menimbulkan pertanyaan penelitian yang berbeda dan cara melakukan penelitian yang berbeda. Penelitian berkualitas menunjukkan konsistensi antara tradisi penelitian, pertanyaan penelitian, jenis data yang dikumpulkan, metode analisis data, penarikan kesimpulan, dan klaim tentang seberapa luas kesimpulan dapat digeneralisasikan (diterapkan pada situasi lain di luar studi penelitian).
5
1. Penelitian Postpositivist
Dalam tradisi postpositivist, tugas para peneliti adalah mengungkap yang terbaik dari kemampuan mereka (atau setidaknya perkiraan) kebenaran objektif. Mereka menggunakan teori yang mapan untuk menghasilkan pertanyaan penelitian yang dapat dijawab melalui observasi objektif dan / atau eksperimen. Mereka membentuk hipotesis berbasis teori dan kemudian mengujinya dengan mengumpulkan dan menganalisis data, yang paling sering kuantitatif. Mereka mencari bukti yang mendukung atau tidak mendukung hipotesis, mengakui bahwa kesimpulan dari satu studi akan selalu tentatif dan tidak pasti. Anda akan sering melihat frasa seperti "Bagaimana X memengaruhi Y?" Atau "Apakah X menyebabkan Y?" Dalam laporan tertulis mereka. Peneliti postpositivist berusaha keras untuk mengendalikan faktor-faktor asing dan mengambil pengukuran yang cermat. Tujuan utamanya adalah untuk membuat penemuan yang memiliki ukuran kemampuan generalisasi, atau penerapan pada konteks serupa lainnya.
Desain eksperimental adalah umum di bawah tradisi ini. Sebagai contoh, jika peneliti ingin tahu apakah pelajaran matematika yang dikerjakan membantu siswa belajar aljabar dasar, mereka mungkin secara acak menugaskan sekelompok siswa yang sama untuk mempelajari pelajaran aljabar baik dengan permainan atau di kelas tradisional. Penugasan acak meminimalkan risiko bahwa perbedaan yang sudah ada antara kedua kelompok akan "mencemari" hasilnya. Jika tugas acak tidak dimungkinkan, mereka mungkin melakukan eksperimen semu di mana mereka menggunakan dua kelompok yang ada dengan karakteristik yang sama, seperti dua ruang kelas di sekolah yang sama. Eksperimen kemudian memberikan kedua kelompok tes pada materi sebelum intervensi untuk memverifikasi kedua kelompok memiliki pengetahuan yang sama (kurang) dari pelajaran. Setelah masing-masing kelompok menyelesaikan intervensi, mereka diuji lagi untuk melihat apakah kelompok mencapai skor rata-rata yang berbeda.
Jika kelompok yang menyelesaikan pelajaran tradisional memiliki skor rata-rata 8/10 pada tes dan kelompok yang menyelesaikan rata-rata pelajaran yang ter-gamet 9/10, apakah itu menunjukkan bahwa versi yang di-gamified lebih baik? Belum tentu. Signifikansi perbedaan harus diverifikasi secara statistik sebelum para peneliti dapat mengklaim bahwa mereka memiliki bukti yang mendukung kegunaan dari pelajaran yang sudah gamified.
Eksperimen dan quasi-eksperimen bukan satu-satunya jenis studi yang dilakukan di bawah perspektif postpositivist. Studi deskriptif (sering, tetapi tidak selalu, dilakukan dengan survei) dan studi korelasional (eksplorasi apakah dua variabel tampaknya berubah dalam hubungannya satu sama lain) juga umum.
6
Semua tradisi penelitian hadir dengan kekuatan dan keterbatasan mereka sendiri, yang harus diakui oleh para peneliti. Kekuatan penelitian postpositivist adalah kemampuannya untuk menghasilkan hasil yang dapat digeneralisasikan yang dapat diterapkan di pengaturan lain dengan karakteristik yang mirip dengan pengaturan penelitian. Keterbatasannya adalah bahwa fokusnya pada pola dan tren mengabaikan pengalaman individu. Penelitian postpositivist pandai menangani pertanyaan "Apa yang berhasil?" Atau "Mana yang lebih baik?" (Misalnya, "Apakah pelajaran aljabar yang ditingkatkan meningkatkan nilai tes?") Tetapi biasanya tidak menjawab pertanyaan seperti "Seperti apa prosesnya? ”Atau“ Apa persepsi siswa tentang pengalaman mereka? ”
2. PENELITIAN KONSTRUKTIVITAS
Peneliti konstruktivis berusaha memahami pengalaman peserta penelitian untuk menemukan kebenaran atau persepsi subjektif peserta. Berbeda dengan peneliti postpositivist yang memulai dengan teori dan hipotesis, konstruktivis lebih sering memulai dengan pertanyaan yang luas, dan memungkinkan peserta untuk mengarahkan arah pengumpulan data. Konstruktivis benar-benar menghargai teori yang mapan, tetapi mereka lebih cenderung menggunakannya untuk mendukung interpretasi data yang telah mereka kumpulkan, daripada menggunakannya untuk mendukung hipotesis atau pertanyaan pada awal penelitian.
Peneliti konstruktivis tidak mengklaim objektivitas, tetapi sebaliknya mengakui dan menggambarkan subjektivitas mereka saat mereka membangun pemahaman dengan peserta mereka. Sebagai contoh, seorang peneliti kulit putih, wanita yang mewawancarai sekelompok gadis remaja Latina mungkin mendiskusikan cara-cara di mana dia berada dan tidak diperlengkapi untuk memahami perspektif peserta ini. Karena peneliti itu sendiri pernah menjadi gadis remaja, ia mungkin memiliki pengalaman berbagi dengan peserta penelitian. Pada saat yang sama ada perbedaan (karena etnisitas, mencapai masa remaja dalam periode waktu yang berbeda, dll.) Yang dapat menimbulkan kesalahpahaman saat peneliti berupaya menginterpretasikan kata-kata dan gerak-gerik peserta. Selain itu, karena peneliti lebih tua dan dalam posisi otoritas, kehadirannya dapat memengaruhi apa yang dipilih peserta untuk diungkapkan. Peneliti konstruktivis melakukan yang terbaik untuk mengantisipasi masalah ini dan mengakui mereka sebagai bagian dari pelaporan mereka.
Peneliti konstruktivis sering (walaupun tidak selalu) menggunakan pengumpulan dan analisis data kualitatif. Mereka cenderung (dibandingkan dengan postpositivists) untuk menggunakan tes dan survei yang dapat dianalisis dengan statistik. Sebagai gantinya, mereka mengumpulkan data kualitatif, seperti dari wawancara, kelompok fokus,
7
dan pengamatan, yang memungkinkan peserta untuk menggambarkan atau menunjukkan pengalaman mereka. Sebagai contoh, peneliti yang dijelaskan di atas mungkin mewawancarai gadis-gadis remaja untuk mencari tahu bagaimana mereka mengalami pelajaran matematika terukur. Apakah mereka menemukan elemen kompetitif dari pelajaran yang memotivasi, mengancam, atau sesuatu yang tidak terpikirkan oleh peneliti? Bagaimana pelajaran yang terefleksi tercermin dalam perasaan mereka tentang kemampuan mereka untuk belajar aljabar? Laporan temuan penelitian dapat menampilkan kutipan kata-kata peserta, deskripsi terperinci tentang interaksi mereka, atau informasi deskriptif kaya serupa. Analisis data sering melibatkan pencarian tema yang muncul dari data yang kaya ini, yang kadang-kadang diorganisasikan ke dalam kategori. Ada berbagai pendekatan untuk penelitian kualitatif, dan deskripsi rinci tentang mereka berada di luar ruang lingkup bab ini. Namun, ketika Anda membaca artikel jurnal, Anda akan melihat diskusi tentang metodologi seperti etnografi, fenomenologi, studi kasus kualitatif, dan beberapa lainnya.
Karena peneliti konstruktivis percaya bahwa pengetahuan muncul dalam konteks tertentu, mereka tidak mengklaim bahwa temuan penelitian mereka dapat digeneralisasikan secara luas. Dalam contoh di atas, peneliti mewawancarai sekelompok gadis remaja Latina tertentu di sekolah tertentu, dan pengalaman gadis-gadis ini mungkin tidak mencerminkan pengalaman gadis remaja Latina lain di sekolah itu, apalagi di sekolah atau kota yang berbeda. Meskipun kurangnya generalisasi ini diakui sebagai batasan, itu tidak dipandang sebagai kekurangan. Ketika kebenaran dan pengetahuan dipandang sebagai konstruksi manusia yang dibuat dalam konteks tertentu, generalisasi tidak dianggap tepat atau diinginkan.
Kekuatan tradisi penelitian konstruktivis adalah fokusnya pada pengalaman peserta individu dan pada proses dan pengalaman dari waktu ke waktu. Keterbatasannya adalah bahwa hal itu tidak memungkinkan untuk kesimpulan yang dapat digeneralisasi ke populasi lain. Sebagai contoh, sebuah proyek penelitian yang konsisten dengan perspektif konstruktivis tidak akan memberi tahu kita cara terbaik untuk menerapkan pelajaran aljabar gamified untuk meningkatkan pembelajaran atau kepercayaan matematika pada gadis remaja.
3. Penelitian Advokasi
Dalam tradisi advokasi, peneliti dipandang sebagai fasilitator, dengan peserta sebagai mitra yang setara. Fokus dari penelitian ini bukan pada perolehan pengetahuan untuk kepentingannya sendiri, tetapi lebih pada pemberdayaan para peserta dan komunitas mereka. Peneliti berusaha untuk mendukung peserta ketika mereka
8
menemukan cara untuk membebaskan diri dari struktur kekuasaan yang tidak adil. Hasil akhirnya biasanya merupakan rencana tindakan yang konkret.
Penelitian tindakan adalah salah satu metodologi yang terkait dengan tradisi advokasi. Pertanyaan penelitian seringkali berpusat pada isu-isu yang berkaitan dengan ras, kelas, jenis kelamin, dan efek dari struktur kekuasaan yang berlaku pada kelompok orang yang terpinggirkan. Penelitian advokasi sering dipandu oleh teori kritis (lihat https://en.wikipedia.org/wiki/Critical_theory); ia melampaui interpretasi atau pemahaman belaka, dan bertujuan untuk mengkritik apa yang dilihat oleh para pendukungnya sebagai cara berbeda di mana ideologi dominan terwujud dalam berbagai konteks.
4. Pragmatisme dalam Penelitian
Dalam tradisi penelitian pragmatis, para peneliti tidak mengambil posisi tegas pada apakah realitas dan pengetahuan itu obyektif atau subyektif. Konsekuensinya, pekerjaan mereka dapat mencerminkan elemen tradisi postpositivist dan konstruktivisme, dan metodologi mereka memadukan elemen kuantitatif dan kualitatif. Dalam beberapa penelitian, keseimbangan kuantitatif dan kualitatif cukup sama. Sebagai contoh, seorang peneliti dapat mengumpulkan data deskriptif yang kaya dan skor tes dari gadis-gadis remaja yang melakukan pelajaran aljabar terukur dalam upaya untuk memahami bagaimana pedagogi dan persepsi para gadis bekerja bersama-sama untuk membentuk pengalaman belajar mereka. Dalam kasus lain, satu elemen mungkin lebih rendah dari elemen lainnya. Sebagai contoh, peneliti mungkin terutama tertarik untuk mencari tahu bagaimana pelajaran aljabar gamified mempengaruhi nilai tes, tetapi mungkin juga ingin mewawancarai peserta yang dipilih untuk meningkatkan pemahaman tentang hasil.
Kekuatan tradisi penelitian ini adalah fleksibilitas yang diberikannya untuk mendekati satu topik penelitian dengan berbagai cara. Keterbatasan adalah kurangnya komitmen yang jelas terhadap sudut pandang filosofis. Beberapa berpendapat bahwa itu tidak benar-benar mungkin untuk menjadi begitu fleksibel dalam pandangan seseorang tentang realitas dan kebenaran, dan bahwa pragmatisme sering merupakan bentuk postpositivsim yang disamarkan (Denzin, 2010).
9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Bab ini secara singkat memperkenalkan empat tradisi penelitian utama: postpositivisme, konstruktivisme, advokasi, dan pragmatisme. Proyek penelitian yang berkualitas baik akan ditempatkan di salah satu tradisi ini dan akan membawa keyakinan dan perspektifnya secara konsisten selama penelitian. Ketika Anda membaca artikel jurnal yang melaporkan proyek penelitian, ingatlah kebutuhan akan konsistensi ini. Apakah para peneliti tampaknya percaya bahwa kebenaran itu obyektif dan dapat diketahui (walaupun mungkin tidak sempurna), atau apakah mereka percaya bahwa kebenaran lebih subjektif dan pengetahuan tergantung pada konteks? Kemudian lihat pertanyaan penelitian untuk melihat apakah mereka sesuai dengan perspektif itu. Sebagai contoh, peneliti yang percaya bahwa kebenaran itu obyektif dan dapat ditemukan harus mengajukan pertanyaan penelitian yang menekankan hal-hal yang dapat diukur secara kuantitatif. Selanjutnya, evaluasi seberapa baik metode penelitian mereka cocok dengan pertanyaan yang mereka ajukan. Misalnya, postpositivists yang berusaha menjawab pertanyaan sebab dan akibat akan menggunakan desain eksperimental, sementara konstruktivis yang mencari untuk mengeksplorasi perspektif dan pengalaman akan menggunakan metode, seperti wawancara, yang menyediakan data yang kaya yang mencerminkan perspektif peserta. Akhirnya, kesimpulan yang mereka gambar di akhir harus konsisten dengan apa yang datang sebelumnya. Mereka seharusnya tidak, misalnya, membuat klaim sebab-akibat jika data mereka berasal dari wawancara kualitatif.
B. Saran
Hendaknya makalah ini bisa digunakan sebagai salah satu sumber pembelajaran dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penyusun dan pembaca.
10
DAFTAR RUJUKAN
Creswell, J. W. (2003). Desain penelitian: Kualitatif, kuantitatif, dan
pendekatan metode campuran (2nd ed.). Thousand Oaks, CA: Sage.
Denzin, N. K. (2010). Momen, metode campuran, dan dialog paradigma.
Penyelidikan
Komentar
Posting Komentar