Makalah Positivisme Logis , Tugas Kelompok

POSITIVISME LOGIS 
Dipresentasikan Untuk Tugas Mata Kuliah  Filsafat Ilmu  Pada Program Magister (S2) 
Di susun oleh : Fajar Dwi Astuti ( P2A119006 ) Rahmad Wijaya ( P2A119008 ) 
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Aprizal Lukman, M.pd Dr. Maizar Karim, M.pd 
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI JAMBI 2019

KATA PENGANTAR
Asalamualaikum wr.wb Puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah “Filsafat  Ilmu tepat pada waktunya, syalawat serta salam juga semoga selalu tercurhkan kepada Baginda Rasullah SAW. Sang manajer sejati Islam yang selalu bercahaya dalam sejarah hingga saat ini. Dalam pembuatan makalah ini, tentu tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampun yang telah membimbing penulis selama ini. Tentunya makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan. Oleh nya itu penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Robbal Alamin.  Wassalamualaikum wr.wb             
         Jambi,  September 2019             Penulis   

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………....I KATA PENGANTAR…………………………………………....II DAFTAR ISI……………………………………………………..III BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar belakang…………….………………………………………………..1 1.2 Rumusan Masalah………...……………………….……………………….2 1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………………..3  BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Positivisme……………………………………………………..5 2.2 Sejarah perkembangan………………………………………………….....5 2.3 Positivisme dan perkembangannya………………………………………..6 
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan………………………………………………………………..14 3.2 Penutup……………………………………………………………………14 
DAFTAR PUSTAKA………….……………………………………………...15       

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abad ke-19 merupakan abad yang dipengaruhi oleh filsafat positivisme dan pengaruhnya sangat terasa di bidang ilmu pengetahuan. Di dalam sejarah filsafat Barat, orang sering menyatakan bahwa abad ke-19 merupakan „Abad Positivisme‟. Suatu abad yang ditandai oleh peranan yang sangat menentukan dari pikiran-pikiran ilmiah atau ilmu pengetahuan modern. Kebenaran atau kenyataan filsafati dinilai dan diukur menurut nilai positivistiknya. Perhatian orang kepada filsafat ditekankan kepada segi-segi praktis tingkah laku dan perbuatan manusia. Orang tidak lagi memandang penting tentang “dunia yang astrak”. Positivisme lahir atau dirintis oleh August Comte (1798-1857) yang dianggap sebagai Bapak Ilmu Sosiologi Barat. Ia menampilkan ajarannya yang terkenal yang disebut hukum tiga tahap (law of three stages). Sejarah umat manusia, baik secara individu maupun secara keseluruhan telah berkembang menurut tiga tahap, yaitu: Tahap teologi atau fiktif, Tahap metafisik atau abstrak, dan Tahap positif atau ilmiah atau real. Maka dari itu dalam makalah ini kami membahas apa itu Positivisme, Positivisme Logis dan juga Siklus Empiris. 1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan Positivisme
2. Apa yang dimaksud dengan Positivisme Logis 3. Apa Itu Siklus Empiris 
1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tentang Positivisme Logis  2. Untuk mengetahui Sejarah perkembangan. 3. Untuk mengetahui gagasan dan teori yang berkembang. 

BAB II PEMBAHASAN 
2.1 Pengertian Positivisme dan Positivisme Logis
Secara umum pengertian positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. 
Positivisme logis merupakan salah satu cabang dari paradigma positivisme yang berasal dari sebuah perkumpulan para filsuf yang bernama Lingkaran Wina. Secara sekilas positivisme logis memiliki pandangan yang serupa dengan positivisme dalam hal kepercayaan bahwa segala sesuatu harus dapat dibuktikan secara ilmiah dan menolak adanya hal-hal metafisika. Namun perbedaannya terdapat pada cara pandang. Positivisme logis yang lebih menekankan pada pembuktian keberadaan suatu hal melalui pemberian kriteria yang ketat. Positivisme logis ini pertama kali dikemukakan oleh Moritz Schlick yang juga merupakan pemimpin dalam Lingkaran Wina. 
2.2 Sejarah perkembangan Filsafat positifisme lahir pada abad ke-19. Titik pemikiranya apa yang telah diketahui adalah yang factual dan yang positif, sehingga metafisika ditolak. Maksud positif adalah segala gejala dan segala yang tampak seperti apaadanya, sebatas pengalaman-pengalaman objektif. Jadi setelah fakta diperoleh maka fakta-fakta itu diatur untuk dapat memberikan suatu asumsi kemasa depan. Ada beberapa tokoh diantaranya yaitu Agust come (1798-1857), John S. Mill (1806-1873). • Agus Comte(1798-1857) Lahir di Montpellier Prancis. Sebuah karya adalah cours de philosophia positive (kursus tentang filsafat posisitif) dan bekerja dalam menciptakan ilmu sosiolog.

Menurut pandapatnya, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam 3 tahap: Tahap teologis , tahap metafisme, tahap ilmu/positif 1. Tahap teologis manusia mengarahkan pandangan kepada hakikat yang batiniah (sebab batiniah) disini manusia percaya kepada kemungkinan adanya sesuatu yang mutlak, artnya dibalik semua kejadian tersirat adanya maksud tertentu. 2. Pada tahap meta fisis manusia hanya sebagai tujuan pergeseran dari tahap teologis. Sifat yang khas adalah kekuatan yang tandanya bersifat adil kodrati, diganti dengan kekutan-kekuatan yang mempunyai pengertian abstrak, yang diintregrasikan dengan alam. 3. pada tahap ilmiah/positif, manusia telah mulai mengetahui dan sadar bahwa upaya mengenal teologis dan mentafsirkan tidak ada gunanya. Sekarang manusia berusaha mencari hokum-hukum yang berasal dari fakta-fakta pengamatan dengan memakai akal. Tahap tersebut berlaku pada setiap indifidu dalam perkembangan rohani) juga dibidang ilmu pengetahuan pada akhir hidupnya, ia berupaya untuk membangun agama baru tanpa teologi atas dasar filsafat positifnya,agama baru tanpa teologi ini mengagungkan akal dan mendambakan kemanusiaan dengan semboyan “ cinta sebagai prinsip teratur sebagai bari, kemajuan sebagai tujuan”. Sebagai istilah ciptaanya yang terkenal yaitu menganggap bahwa soal utama sebagai manusia ialah usaha untuk hidup bagi kepentingan orang lain. 
2.3 Positivisme dan perkembangan nya 1. Tahap Positivisme Klasik Positivisme merupakan empirisme yang menekankan hanya pengalaman empiris sebagai satu satunya sumber pengetahuan Ilmiah karena dapat diuji kebenaranya secara factual. Positivisme klasik dikembangkan oleh A.comte, terutama dalam bidang sosiologi dengan tujuan untuk menemukan hokum-hukum social kemasyarakatan secara empiris. Comte berharap dapat membedakan gejala social yang menjadi sebab dan gejala social yang menjadi akibat yang menimbulkan perubahan social secara empiris.

Comte bermaksud memperlihatkan perubahan-perubahan social yang adil harus diletakkan pada analisis yang menggunakan metode positif sebagaimana yang digunakan oleh ilmu-ilmu alam sehingga hasilnya dapat dipercaya dan diterima dalam melakukan perubahan social.  Dalam positivisme klasik tersebut, Comte menjelaskan masyarakat dalam tiga tahap perubahan (Teologis,metafisis, dan positif) Menurut Comte. Analisis perubahan social mengharuskan penggunaan metode yang menekankan fakta sebagai titik tolak, karena syarat perbaikan social adalah pengalaman empiris yang menjamin kepastian dalam pelaksanaanya secara cermat. Untuk itu comte mendorong positivisme dapat dijalan kan dalam dua metode , yaitu metode positif dan metode historis.  Positivisme klasik Comtean ini dikembangkan secara terpisah dan menghasilkan dua aliran positivism yang berseberangan satu sama lain, yakni positivism yang menekankan hanya metode positif, dan positivisme yang menekankan metode historis. 
2. Positivisme Empiris
Positivisme secara umum merupakan empirisme yang menekankan pengalaman empiris sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Karena positivisme sesungguhnya sama dengan empirisme, keduanya saling melengkapi membentuk sebuah aliran yang disebut positivisme empiris E.Mach dan R. Avenarius mengembangkan positivisme sebagai sebuah metode positif yang semakin meninggalkan ciri positivisme klasik yang secara formal menekan kan objekobjek objektif. 
Dalam karyanya yang berjudul Kritik Der Reinen Erfahrung (kritik pengalaman murni). R. Avenarius berpendapat bahwa filsafat ilmu pengetahuan harus dikaitkan dengan definisi murni deskriptif mengenai pengalaman. Yang berarti bahwa pengetahuan ilmiah harus dibebaskan dari metafisika dan materialisme. 
Pandangan yang sama diikuti oleh Mach yang menekankan definisi deskriptif atas pengalaman sebagai pengetahuan ilmiah dan bukan pengalaman begitu saja.

Dengan cara ini keduanya mengembangkan metode positif yang menolak materialisme dan fisika Isaac Newton, yang dijadikan landasan positivisme klasik.
Sebelum positivisme mencapai taraf kematangan nya sebagai positivisme logis, muncul aliran dalam positivisme yang memberi perhatian khusus pada masalah hubungan antara bahasa dan kenyataan, yang dikenal sebagai aliran atomisme logis. 
Sumber utama atomisme logis adalah karya B. Russell berjudul The Principles Of Mathematic(1903). Jilid pertama buku ini membicarakan prinsip-prinsip dasar logika untuk memahami hubungan antara bahasa dan kenyataan. 
Dalam jilid kedua buku dalam logika dapat didefinisikan dalam bentuk-bentuk matematis (logika simbolik) dan bisa digunakan untuk menjelaskan kenyataan secara jelas, pasti dan benar.
Penekanan atomisme logis pada logika formal menyatakan posisi dasar pemikiran Russell dan Whitehead tentang positivisme sebagai formalisme, yaitu pandangan yang menyatakan bahwa angka atau bentuk matematis bukanlah kenyataan empiris, melainkan model untuk menjelaskan kenyataan empiris, jadi. Dalam logika formal, hubungan antara bahasa dan kenyataan dapat disederhanakan dalam bentuk-bentuk matematis yang memudahkan pemahaman sekaligus menjamin kejelasan dan kepastian makna realitas. 
3. Positivisme Logis
Positivisme logis dikaitkan dengan tokoh-tokoh Lingkaran Wina seperti O, Neurath,R.Carnap,M.Schlick, dan R.Frank. positivisme logis merupakan pandangan mengenai ilmu pengetahuan yang dikaitkan dengan dua tradisi filsafat, yakni empirisme- positivism dan logika.
Emprisme adalah aliran filsafat yang menekankan bahwa pengalaman indrawi merupakan satu satunya sumber pengetahuan. Pandangan ini sama dengan positivisme yang menekankan aspek kebebasan manusia untuk memperlakukan apa yang diindarinya sebagai kenyataan dan sumber satu-satu nya dari pengetahuan ilmiah. Logika adalah bahasa formal yang dapat digunakan untuk

menjelaskan kenyataan menurut model-model matematis sehingga menjadi pengetahuan yang jelas, pasti, dan benar.
4. Kekhususan Positivisme Logis.
Empirisme dan positivisme klasik menekankan sisi material pengalaman, dan formalisme dalam bentuk atomisme logis menekankan prinsip-prinsip fundamental matematis sebagai realitas dasar dan tak terubahkan dari pengalaman. 
kant melakukan sintesis atas empirisme dan rasionalisme sebagai langkah kritis (logis) untuk  redupnya metafisika berhadapan dengan perkembangan ilmu pengetahuan empiris. Positivisme logis melakukan dua hal yaitu rintisan logis merintis metode pengenalan pengetahuan ilmiah dengan memanfaatkan logika dan matematika sebagai alat atau sarana untuk menjelaskan arti kebenaran ilmiah sebagai pembuktian empiris. 
5. Eksplanasi Deduktif- Nomologis Eksplanasi deduktif-nomologis merupakan metode positivism logis yang dikembangkan dalam penelitian ilmiah sebagai metode yang menjamin kesatuan ilmu pengetahuan.  Eksplanasi adalah pandangan bahwa pengalaman empiris atau fakta merupakan data indrawi yang tidak bisa dipakai begitu saja, melalui observasi yang sama untuk merumuskan hokum. Dengan hokum, eksplanasi memperlihatkan ciri inferensial, yakni penyimpulan sebuah pernyataan empiris secara deduktif atau hubungan sebab akibat. 
6. Eksplanasi Deduktif- Nomologis  Eksplanasi deduktif-nomologis merupakan metode positivisme logis yang dikembangkan dalam penelitian ilmiah sebagai metode yang menjamin kesatuan ilmu pengetahuan.  Eksplanasi adalah pandangan bahwa pengalaman empiris atau fakta merupakan data indrawi yang tidak bisa dipakai begitu saja. 
10 
Eksplanasi ilmiah sesungguhnya adalah hipotesis karena eksplanasi merupakan pernyataan yang dapat diterima jika didukung oleh evidensi atau pembuktian empiris. 
7. Siklus Empiris
Siklus empiris merupakan pendekatan ilmiah yang mengembangkan positivisme logis. A.D de Groot dalam methodologie (1961) menjelaskan bahwa penelitian ilmiah memiliki komponen utama.
  Figur 1 : Metodelogi de Grool53         
Pendirian ini dikembangkan oleh para ahli lain seperti W.L Wallace dalam bukunya, The Logic Of Science in Sociology (1971) Wallace menjelaskan bahwa proses penelitian ilmiah memuat dua komponen utama, yaitu informasi dan metodologi. Bagi Wallace komponen informasi memiliki lima unsur hakiki, yakni:
a. Hipotesis b. Pengujian hipotesis c. Keputusan untuk menerima atau menolak hipotesis d. Generalisasi empiris e. Logika penarikan kesimpulan 
11 
Komponen metodologi memuat enam unsur hakiki yakni :  a. Pengamatan b. Pengukuran ringkasan sampel dan perkiraan parameter c. Pembentukan konsep pembentukan proposisi dan penyusunan proposisi d. Teori e. Deduksi nomologis f. Penjabaran instrumentasi-pembentukan skala dan penentuan sampel. 
  Figur 2 : Komponen Metodelogi Wallace             
 Wina menekankan proses ilmiah berlangsung dalam empat tahap verifikasi. Diawali dengan observasi sebagai titik tolak dan diakhiri dengan pembuktian yang mengkonfirmasi apa yang menjadi titik tolak penelitian. 
12 
8. Kritik terhadap Siklus Empiris Metode Empiris tidak baru sama sekali
Ilmu pengetahuan Empiris yang menekankan bahwa sebuah klaim ilmiah diperoleh melalui tahap berikut :
a. Pengamatan gejala alam b. Pernyataan masalah c. Perumusan hipotesis d. Asesmen dan analisis hasil e. Interprestasi data dan menarik kesimpulan f. Publikasi hasil penelitian
Bacon mengembangkan metode ilmu pengetahuan sebagai proses induksi yang meliputi :
a. Pengamatan empiris b. Percobaan-percobaan secara sistematis c. Analisis bukti-bukti secara eksperimental, dan d. Penalaran induktif Descartes memperkenalkan metode deduksi yang bertolak belakang dengan induksi, yakni  a. Penentuan prinsip universal b. Penalaran deduktif c. Interprestasi d. Analisis matematis
Descartes mendasar metode deduktif pada prinsip matematis karena menurut keyakinan nya alam semesta dikuasai oleh sebuah hukum universal yang secara matematis dapat dijelaskan.
9. Kelemahan-kelemahan siklus empiris Siklus empiris dipahami sebagai cara menyimpulkan pengetahuan ilmiah menurut penjelasan hubungan sebab-akibat (causal ekplanation) seakan-akan kemungkinan
13 
untuk menjelaskan pengetahuan ilmiah sampai tingkat pemahaman (understanding) masalah tidak penting. Akibat dari penggunaan siklus empiris adalah mengganti hegemoni metafisika dengan hegemoni metode induktif sebagai satu-satunya cara memperoleh pengetahuan ilmiah.                   
14 
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Salah satu yang paling menonjol dari positivisme logis adalah penolakannya terhadap filsafat tradisional. Menurut positivisme logis, filsafat tradisional menyajikan banyak ungkapan atau pernyataan (preposisi) yang melebihi tautologi tetapi langsung tidak dapat diamati atau dibuktikan kebenarannya. Setiap preposisi biarpun berpretensi mengungkapkan kebenaran, namun sesuatu yang tidak dapat dicek kebenarannya adalah sia-sia saja.preposisi – preposisi seperti “ Allah itu ada” dan seterusnya tidak dapat dicek (diverifikasi) secara empirik . karena itu preposisi ayau pernyataan seperti itu adalah tidak bernilai, kosong belaka, artinya tidak benar tetapi bukan dusta.
3.2 PENUTUP
Demikian makalah ini saya buat, semoga dapat memberikan manfaat baik kepada pembaca. Pastinya dalam penyusunan makalah ini tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan, oleh karena itu kritik dan saran konstruktif dari pembaca sangatlah diharapkan demi kesempurnaan makalah ini dan selanjutnya, dan semoga bermanfaat bagi kita semua.         
15 
DAFTAR PUSTAKA
Staff.blog.vi.ac.id/arif 51/2008/03/31/Positivisme-dan-perkembangannya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tutorial Memeriksa & Menghapus kode DTC, Inisialisasi ECU, Reset TP, dan Altitude

Makalah Filsafat : Kritik Karl Raimund Popper terhadap Filsafat Lingkaran Wina